BandarQ
BandarQ

Thursday, September 26, 2019

NIKMAT NYA BERKEMAH DI PUNCAK

0 comments





Cerita ini terjadi kurang lebih setahun yang lalu (tepatnya pada tanggal 30 Desember 2017). Saat itu kelompok kami (4 lelaki dan 2 perempuan) melakukan pendakian gunung. Rencananya kami akan merayakan pergantian tahun baru di sana. Sampai di tempat yang kami tuju hari telah sore, kami segera mendirikan tenda di tempat yang strategis.
Setelah semuanya selesai, kami sepakat bahwa tiga orang lelaki harus mencari kayu bakar, sisanya tetap tinggal di perkemahan. Aku, Adi, dan Darwin memilih mencari kayu bakar, sedangkan Fadli, Lia dan Dewi tetap tinggal di tenda. Baru beberapa langkah kami beranjak pergi, tiba-tiba Dewi memanggil kami, katanya dia ingin ikut kelompok kami saja (alasannya masuk akal, dia tidak enak hati sebab Fadli adalah pacar Lia, dan Dewi tidak ingin kehadirannya di tenda mengganggu acara mereka). Karena Fadli dan Lia tidak keberatan ditinggal berdua, kami (Adi, Darwin, aku dan Dewi) segera melanjutkan perjalanan.
Ada beberapa hal yang perlu aku ceritakan kepada pembaca tentang dua orang teman wanita kami. Lia sifatnya sangat lembut, dewasa, pendiam dan keibuan. Sifat ini bertolak belakang dengan Dewi. Mungkin karena dia anak bungsu dan ketiga kakaknya semua lelaki, jadi Dewi sangat manja, tapi terkadang tomboy. Tapi di balik semua itu, kami semua mengakui bahwa Dewi sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Lia.
Tidak berapa lama, sampailah kami pada tempat yang dituju, lalu kami mulai mengumpulkan ranting-ranting kering. Sambil mengumpulkan ranting, kami membicarakan apa yang sedang dilakukan Fadli dan Lia di dalam tenda. Tentu saja pembicaraan kami menjurus kepada hal-hal porno. Setelah cukup apa yang kami cari, Adi mengusulkan singgah mandi dulu ke sungai yang tidak berapa jauh dari tempat kami berada. Dewi boleh ikut, tapi harus menunggu di atas tebing sungai sementara kami bertiga mandi. Dewi setuju saja. Singkat kata, sampailah kami pada sungai yang dituju. Aku, Adi dan Darwin turun ke sungai, lalu mandi di situ. Dewi kami suruh duduk di atas tebing dan jangan sekali-kali mengintip kami.
Ketika sedang asyik-asyiknya kami berkubang di air, tiba-tiba kami mendengar Dewi menjerit karena terjatuh dari atas tebing. Tubuhnya menggelinding sampai akhirnya ia tercebur ke dalam air. Cepat-cepat kami berlari mencoba menyelamatkan Dewi (kami mandi hanya menanggalkan baju dan celana panjang, sedangkan celana dalam tetap kami pakai). Adi yang pandai berenang segera menjemput Dewi, lalu menariknya dari air menuju tepi sungai. Aku dan Darwin menunggu di atas. Sampai di tepi sungai, tubuh Dewi basah kuyup. Sepintas kulihat lengan Adi menyentuh buah dada Dewi. Karena Dewi memakai T-Shirt basah, aku dapat melihat dengan jelas lekuk-lekuk tubuh Dewi yang sangat menggairahkan.
Dewi merintih memegangi lutut kanannya. Aku dan Darwin terpaku tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tapi Adi yang pernah ikut kegiatan penyelamatan dengan sigap membuka ikat pinggang Dewi lalu mencopot celana jeans Dewi sampai lutut. Dewi berteriak sambil mempertahankan celananya agar tidak melorot. Sungguh, saat itu aku tidak tahu apa sebenarnya yang hendak Adi lakukan terhadap Dewi. Segalanya berjalan begitu cepat dan aku tidak menyimpan tuduhan negatif terhadap Adi. Aku hanya menduga, Adi hendak memeriksa luka Dewi. Tapi dengan melorotnya jeans Dewi sampai ke lutut, kami dapat melihat dengan jelas celana dalam Dewi yang berwarna off-white (putih kecoklatan) dan berenda. Kontan penisku bangun.
Adi memerintahkan aku dan Darwin memegangi kedua tangan Dewi. Seperti dihipnotis, kami menurut saja. Dewi semakin meronta sambil menghardik, “Rob, apa-apaan sih.., Lepas.., lepas! Atau saya teriak”.
Darwin secepat kilat membungkam mulut Dewi dengan kedua telapak tangannya. Adi setelah berhasil mencopot celana jeans Dewi, sekarang mencoba mencopot celana dalam Dewi. Sampai detik ini, akhirnya aku tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Aku tidak berani melarang Adi dan Darwin, karena selain aku sudah merasa terlibat, aku juga sangat terangsang saat melihat kemaluan Dewi yang lebat ditumbuhi rambut-rambut hitam keriting.
Dewi semakin meronta dan mencoba berteriak, tapi cengkeraman tanganku dan bungkaman Darwin membuat usahanya sia-sia belaka. Adi segera berlutut di antara kedua belah paha Dewi. Tangan kirinya menekan perut Dewi, tangan kanannya membimbing penisnya menuju kemaluan Dewi. Dewi semakin meronta, membuat Adi kesulitan memasukkan penisnya ke dalam lubang vaginanya. Darwin mengambil inisiatif. Dia lalu duduk mengangkangi tepat di atas dada Dewi sambil tangannya terus membungkam mulut Dewi. Tiba-tiba Dewi berteriak keras sekali.
Rupanya Adi berhasil merobek selaput dara Dewi dengan penisnya. Secara cepat Adi menggerak-gerakkan pinggulnya maju mundur. Untuk beberapa menit lamanya Dewi meronta, sampai akhirnya dia diam pasrah. Yang dia lakukan hanya menangis terisak-isak.
Darwin melepaskan telapak tangannya dari mulut Dewi karena dia merasa Dewi tidak akan berteriak lagi. Lalu dia mencoba menarik T-Shirt Dewi ke atas. Di luar dugaan, Dewi kali ini tidak mengadakan perlawanan, hingga Darwin dan aku dapat melepaskan T-Shirt dan BH-nya. Luar biasa, tubuh Dewi dalam keadaan telanjang bulat sangat membangkitkan birahi. Tubuhnya mulus, dan buah dadanya sangat montok. Mungkin ukurannya 36B.
Darwin segera menjilati puting susu Dewi, sementara aku melihat Adi semakin kesetanan mengoyak-ngoyak vagina Dewi yang beberapa saat yang lalu masih perawan. Aku sangat terangsang, lalu aku mulai memaksa mencium bibir Dewi. Ugh, nikmat sekali bibirnya yang dingin dan lembut itu. Aku melumat bibirnya dengan sangat bernafsu. Aku tidak tahu apa yang sedang Dewi rasakan. Aku hanya melihat, matanya polos menerawang jauh langit di atas sana yang menguning pertanda malam akan segera tiba. Tangisnya sudah agak mereda, tapi aku masih dapat mendengar isak tangisnya yang tidak sekeras tadi. Mungkin dia sudah sangat putus asa, shock, atau mungkin juga menikmati perlakuan kasar kami.
Tiba-tiba aku mendengar Adi menjerit tertahan. Tubuhnya mengejang. Dia menyemprotkan sperma banyak sekali ke dalam vagina Dewi. Setengah menit kemudian Adi beranjak pergi dari tubuh Dewi lalu tergeletak kelelahan di samping kami. Darwin menyuruhku mengambil giliran kedua. Aku bangkit menuju Vagina Dewi. Sepintas aku melihat sperma Adi mengalir ke luar dari mulut vagina Dewi. Warnanya putih kemerahan. Rupanya bercak-bercak merah itu berasal dari darah selaput dara (hymen) Dewi yang robek. Tanpa kesulitan aku berhasil memasukkan penis ke dalam vaginanya. Rasanya nikmat sekali. Licin dan hangat bercampur menjadi satu. Dengan cepat aku mengocok-ngocok penisku maju mundur. Aku mendekap tubuh Dewi.
Payudaranya beradu dengan dadaku. Dengan ganas aku melumat bibir Dewi. Darwin dan Adi menyaksikan atraksiku dari jarak dua meter. Beberapa menit kemudian aku merasakan penisku sangat tegang dan berdenyut-denyut. Aku sudah mencoba menahan agar ejakulasi dapat diperlama, tapi sia-sia. Spermaku keluar banyak sekali di dalam vagina Dewi. Aku peluk erat Tubuh Dewi sampai dia tidak dapat bernafas.
Setelah puas, aku berikan giliran berikutnya kepada Darwin. Aku lalu duduk di samping Adi memandangi Darwin yang dengan sangat bernafsu menikmati tubuh Dewi. Karena lelah, kurebahkan tubuhku telentang sambil memandangi langit yang semakin menggelap.
Beberapa menit kemudian Darwin ejakulasi di dalam vagina. Setelah Darwin puas, ternyata Adi bangkit kembali nafsunya. Dia menghampiri Dewi. Tapi kali ini dia malah membalikkan tubuh Dewi hingga tengkurap. Aku tidak tahu apa yang akan diperbuatnya.
Ternyata Adi hendak melakukan anal seks. Dewi menjerit saat anusnya ditembus penis Adi. Mendengar itu Adi malah semakin kesetanan. Dia menjambak rambut Dewi ke belakang hingga muka Dewi menengadah ke atas. Dengan sigap Darwin menghampiri tubuh Dewi. Aku melihat Darwin dengan sangat kasar meremas-remas buah dada Dewi. Dewi mengiba, “Aduhh.., sudah dong Ro.., ampun.., sakit Rob”. Tapi Adi dan Darwin tidak menghiraukannya.
“Oh, sempit sekali”, teriak Adi mengomentari lubang dubur Dewi yang lebih sempit dari vaginanya. Setiap Adi menarik penisnya aku lihat dubur Dewi monyong. Sebaliknya saat Adi menusukkan penisnya, dubur Dewi menjadi kempot. Tidak lama, Adi mengalami ejakulasi yang kedua kalinya. Setelah puas, sekarang giliran Darwin menyodomi Dewi. Melihat itu aku jadi kasihan juga terhadap Dewi. Di matanya aku melihat beban penderitaan yang amat berat, tapi sekaligus aku juga melihat sisa-sisa ketegarannya menghadapi perlakuan ini.
Setelah Darwin puas, Adi dan Darwin menyuruhku menikmati tubuh Dewi. Tapi tiba-tiba timbul rasa kasihan dalam hatiku. Aku katakan bahwa aku sudah sangat lelah dan hari sudah menjelang gelap. Kami sepakat kembali ke perkemahan. Adi dan Darwin segera berpakaian lalu beranjak meninggalkan kami sambil menenteng kayu bakar. Dewi dengan tertatih-tatih mengambil celana dalam, jeans, lalu mengenakannya. Aku tanyakan apakah Dewi mau mandi dulu, dan dia hanya menggeleng. Dalam keremangan senja aku masih dapat melihat matanya yang indah berkaca-kaca. Kuambil T-Shirtnya. Karena basah, aku mengepak-ngepakkan agar lebih kering, lalu aku berikan T-Shirt itu bersama-sama dengan BH-nya. Adi dan Darwin menunggu kami di atas tebing sungai. Setelah Dewi dan aku lengkap berpakaian, kami beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Adi dan Darwin berjalan tujuh meter di depanku dan Dewi.
Di perkemahan, Fadli dan Lia menunggu kami dengan cemas. Lalu kami mengarang cerita agar peristiwa itu tidak menyebar. Untunglah Fadli dan Lia percaya, dan Dewi hanya diam saja.
Tepat tengah malam di saat orang lain merayakan pergantian tahun baru, kami melewatinya dengan hambar. Tidak banyak keceriaan kala itu. Kami lebih banyak diam, walau Fadli berusaha mencairkan keheningan malam dengan gitarnya.
Esoknya, pagi-pagi sekali Dewi minta segera pulang. Kami maklum lalu segera membongkar tenda. Untunglah sesampainya di kota kami, Dewi merahasiakan peristiwa ini. Tapi tiga bulan berikutnya Dewi menghubungiku dan dia dengan memohon meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya. Aku sempat kaget karena belum tentu anak yang dikandungnya itu adalah anakku. Tapi raut wajahnya yang sangat mengiba, membuatku kasihan lalu menyanggupi menikahinya.
Satu bulan berikutnya kami resmi menikah. Dewi minta agar aku memboyongnya meninggalkan kota ini dan mencari pekerjaan di kota lain. Sekarang “anak kami” sudah dapat berjalan. Lucu sekali. Matanya indah seperti mata ibunya. Kadang terpikir untuk mengetahui anak siapa sebenarnya “anak kami” ini. Tapi kemudian aku menguburnya dalam-dalam. Aku khawatir kebahagiaan rumah tangga kami akan hancur bila ternyata kenyataan pahitlah yang kami dapati.
Akhir Perjalanan kami menikmati pergantian tahun baru di rumah saja. Peristiwa ini kembali menguak kenangan buruknya. Matanya berkaca-kaca. Aku memeluk dan membelai rambutnya. Beberapa menit kemudian, dalam dekapanku dia mengaku bahwa sebelum peristiwa itu terjadi, sebenarnya dia sudah jatuh cinta padaku. Dia ikut mencari kayu bakar karena dia ingin bisa dekat denganku.


No comments:

Post a Comment